Pisang Cokelat

Pisang Cokelat

Oleh: Kak Icus Arian

Kak Icus Arian adalah lulusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang dan juga pemerhati bahasa dan sastra. Ia juga merupakan kontributor baru di saungkanak. Karya perdana Kak Icus di Saung Kanak ini ditulis dalam rangka menyemarakkan program Sumbang Kisah Ramadan.

Nisa dan Kak Imran adalah kakak beradik yang tinggal dengan orang tua mereka di suatu kompleks perumahan. Di kompleks tersebut terdapat masjid yang sangat besar dan indah yang diberi nama Masjid At-Taubah. Setiap sore Nisa dan Kak Imran selalu salat magrib berjemaah di sana. Setelah salat magrib, mereka dan beberapa anak lain dari perumahan tersebut belajar mengaji bersama-sama didampingi oleh seorang guru ngaji.

Saat bulan Ramadan datang, setelah salat tarawih berjamaah, biasanya ada kegiatan tadarus Al-Qur’an, yaitu mengaji secara bergantian dengan pelantang dan pengeras suara. Ramadan tahun ini adalah bulan yang sangat spesial untuk Nisa. Guru ngaji Nisa mengatakan bahwa tahun ini Nisa sudah diperbolehkan mengikuti kegiatan tadarus Al-Qur’an karena Nisa rajin dan sudah lancar mengaji. Nisa senang dan sangat bersemangat untuk mengaji dengan pelantang dan pengeras suara. Selain itu, Nisa juga bersemangat karena hal lain. Saat kegiatan tadarus biasanya disajikan kue-kue atau buah-buahan yang disiapkan oleh warga perumahan secara bergantian untuk peserta tadarus. Nisa penasaran dengan kue dan buah yang akan dimakannya setiap malam selama bulan Ramadan.

Pada malam keenam Ramadan, giliran keluarga Nisa dan Kak Imran yang harus memberikan sumbangan kue untuk peserta tadarus di masjid. Setelah berpikir panjang, ibu memutuskan untuk membuat kue pisang cokelat.

Pisang cokelat buatan ibu tidak pernah mengecewakan. Lapisan luarnya garing dengan isi pisang yang lembut ditambah selai cokelat yang manis. Tidak mungkin ada yang sanggup menolaknya. Karena membuat kue pisang cokelat membutuhkan waktu yang tidak singkat, Nisa dan Kak Imran membantu ibu membuat kue pisang cokelat di sore harinya. Ibu sudah menyiapkan lapisan kulit luar kue tersebut. Tugas Nisa dan Kak Imran hanya meletakkan potongan pisang, selai cokelat, kemudian menggulungnya. Setelah semua kue selesai digulung, ibu menggoreng kue-kue itu sampai garing dan kecokelatan.

Nisa sangat bangga dengan pisang cokelat buatan ibunya. Malam harinya saat kegiatan tadarus berlangsung, setiap ada peserta tadarus yang mengambil dan makan kue pisang cokelat buatan ibu, Nisa akan berkata dengan lantang, “Enak kan pisang cokelatnya? Itu buatan ibuku, lho.” Nisa senang karena semua anak yang ikut tadarus suka dengan pisang cokelat buatan ibu. Tidak butuh waktu lama, pisang cokelat buatan ibu sudah tinggal beberapa potong saja.

Tiba giliran Nisa untuk mengaji. Teman yang duduk di sebelah Nisa sudah menyodorkan pelantang ke arah Nisa. Pada saat itu, Nisa tidak memperhatikan karena terlalu sibuk mengawasi nampan yang berisi pisang cokelat. Melihat seorang anak laki-laki mengambil dan menggigit pisang cokelat buatan ibu, Nisa pun berkata dengan lantang dan bangga, “Enak kan pisang cokelatnya? Itu ibu Nisa yang bikin, lho.”

Nisa tidak sadar jika pelantang sudah mengarah padanya. Suara Nisa yang masuk ke pelantang dan pengeras suara terdengar nyaring ke seluruh penjuru kompleks perumahan mengejutkan semua orang, bahkan Nisa pun sedikit berjingkat dan ikut terkejut. Seisi masjid kemudian tertawa karena tingkah Nisa. Orang-orang yang mendengar dari rumah masing-masing lewat pengeras suara pun ikut tertawa.

Sesampainya di rumah setelah tadarus, ibu dan ayah tersenyum jahil dan menggoda Nisa, “Wah, sekarang pisang cokelat buatan ibu jadi terkenal berkat Nisa.” Nisa hanya tersipu malu mendengar ledekan orang tuanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *